• Breaking News

    Kelompok Separatis Papua Merdeka adalah Korban Strategi Licik Belanda

    Kelompok Separatis Papua Merdeka adalah Korban Strategi Licik Belanda

    Munculnya Gerakan Separatis Papua yang menuntut kemerdekaan telah menimbulkan ancaman terhadap integritas wilayah NKRI. Kelompok separatis di Papua menggugat bahwa berdasarkan sejarah wilayah Irian Barat bukanlah wilayah Hindia Belanda sebagaimana yang diakui Indonesia saat ini.

    Pandangan tersebut perlu diluruskan, karena pada dasarnya Irian Barat merupakan bagian dari sejarah wilayah Hindia Belanda. Semenjak kermerdekaan Indonesia, seharusnya Irian Barat sudah masuk kedalam wilayah NKRI.

    Berdasarkan doktrin Uti Possidetis Juris, Indonesia berhak memiliki batas wilayah sebagaimana wilayah yang dimilik oleh Belanda ketika menjajah wilayah Indonesia. Doktrin  Uti Possidetis Juris berasal dari hukum Romawi kuno : Uti PossidetisIi Ita Possideatis, yang berarti bahwa berakhirnya kekuasaan suatu suku atau bangsa melalui penaklukan Romawi tidak mengubah batas-batas wilayah yang sebelumnya ada, guna menjaga status quo hubungan sosial warga sebelumnya.

    Doktrin ini oleh Mahkamah Internasional ditetapkan sebagai hukum internasional yang berlaku umum, dan digunakan dalam berbagai sengketa terhadap negara-negara yang baru merdeka. Dalam konstitusi Belanda tahun 1922 mengatur dengan tegas bahwa

    “The kingdom of netherlands consisted of the territories of the Netherlands, the Netherlands Indies, Surinam, and the Netherlands Antilles”.

    Berdasarkan perjanjian Belanda dengan penjajah lain di New Guinea, Borneo (Kalimantan), dan Timor-Timur menunjukkan bahwa secara administrative Irian Barat masuk ke dalam wilayah Netherlands Indies (Hindia Belanda). Ketika Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, maka berdasarkan hukum internasional wilayah Hindia Belanda secara otomatis menjadi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

    Selain alasan diatas, perjanjian New York Agreement antara pemerintah Indonesia dan Belanda secara mutlak menyatakan bahwa Irian Barat merupakan wilayah kedaulatan NKRI ditandai dengan penyerahan kedaulatan wilayah Irian Barat dari Belanda kepada Indonesia melalui United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA) pada tanggal 1 Mei 1963.

    Selanjutnya hasil Pepera pada tahun 1969 yang sudah diterima oleh Majelis Umum PBB melalui Resolusi No.2504 pada 19 November 1969, merupakan satu ketetapan hukum internasional yang sah dan bersifat final serta tidak dapat diganggu gugat.

    Dapat dipahami bahwa pengakuan PBB terhadap hasil Pepera 1969, merupakan bukti bahwa Pemerintah Indonesia telah melakukan tahapan proses Pepera sesuai dengan ketentuan dalam New York Agreement. Hal ini didasarkan kepada laporan pengawas dari PBB melalui utusannya Fernando Ortis Sanz. Indonesia telah melakukan konsultasi dengan PBB dan perwakilan masyarakat Papua mengenai mekanisme pelaksanaan Pepera yang paling tepat untuk diterapkan.

    Melalui konsultasi tersebut ditetapkan bahwa pelaksanaan Pepera akan dilaksanakan melalui mekanisme musyawarah. Masyarakat Papua diwakili oleh Dewan Musyawarah yang dipilih di setiap kabupaten menyatakan keputusannya untuk tetap berintegrasi dengan Indonesia.

    Sikap penolakan kelompok Papua Merdeka yang ada di Papua terhadap Indonesia merupakan kristalisasi dari strategi Belanda yang melakukan politik dekolonisasi terhadap Irian Barat. Tahun 1945 seharusnya Irian Barat sudah resmi menjadi bagian integral NKRI, namun strategi Belanda melalui dekolonisasi Irian Barat telah mengaburkan bahwa wilayah Irian Barat adalah bagian NKRI.

    Dampaknya, walaupun Belanda secara resmi telah menyerahkan kedaulatan Irian kepada NKRI, tetap saja muncul tuntutan kemerdekaan Papua dari kelompok separatis. Strategi dekolonisasi Belanda sebenarnya tidak hanya terjadi di Papua, ketika Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, Belanda belum mengakui kedaulatan wilayah NKRI dari Sabang sampai Merauke.

    Belanda masih memiliki keinginan untuk menguasai kembali negara-negara bekas jajahannya di Indonesia terutama wilayah di luar Jawa dan Sumatera, termasuk salah satunya Ingin mendirikan negara Irian Barat yang langsung dibawah kekuasaan kerajaan Belanda. Bentuk nyatanya adalah Belanda menjadi otak pembentukan Komite Nasional Papua pada Oktober 1961 dan Proklamasi Kemerdekaan Papua 1 Desember 1961.

    Sebuah proklamasi kemerdekaan yang kental dengan kepentingan politik Belanda karena ingin menjadikan Papua sebagai negera boneka, itulah mengapa hingga saat ini mengapa tidak ada satu Negara di dunia yang mengakui proklamasi Papua pada tanggal 1 Desember 1961. Ironis memang, kepentingan Belanda di tanah Papua yang telah usang tersebut saat ini justru diperingati oleh gerakan separatis Papua Merdeka sebagai hari kemerdekaan.

    Padahal justru sebaliknya yang terjadi, hal tersebut bukanlah kemerdekaan tetapi aksi pembodohan karena kita sebagai sebuah bangsa dipecah belah oleh Belanda yang hanya melihat kepentingan ekonomi dari wilayah NKRI pada waktu itu. Dampaknya, hingga saat ini masih ada saudara-saudara di Papua yang menuntut kemerdekaan Papua hingga melupakan hal yang lebih besar untuk membangun Papua.

    Mereka masih memperjuangkan apa yang oleh Belanda telah dikubur dalam-dalam, karena faktanya pada 12 September 2013, Duta Besar Belanda untuk Indonesia Tjeerd de Zwaan secara resmi mengumumkan permintaan maaf kepada rakyat Indonesia atas segala kekejaman yang pernah dilakukan oleh Belanda. Permintaan maaf tersebut diharapkan dapat menutup sejarah gelap yang pernah dilakukan Belanda di Indonesia, termasuk Papua sebagai wilayah dari NKRI.

    Tidak ada komentar

    iklan

    TesTer